gravatar

MACAM2 BALIAN DAYAK MAANYAN

MACAM2 BALIAN DAYAK MAANYAN
1. Balian Panguraun
1.1. Balian Pangunraun Jawa
1.2. Balian Pangunraun Rumung
2. Balian Amunrahu
3. Balian Tapu Unru
4. Balian Bawu
5. Balian Dapa
6. Balian Dadas
7. Balian Sanggar

Contoh satu link di klick dua halaman terbuka


Read more: Blackhat : Satu Klick Dua Halaman terbuka :: Dudi Oke http://www.dudioke.co.cc/2010/07/blackhat-satu-klick-dua-link-terbuka.html#ixzz1IlJcCMc6


tayun dinasty

SILSILAH MANTIR PAJU EPAT
1. Mantir Telang
a. Uria Napulangit
b. Petinggi Awang
c. Petinggi Baris
d. Singa Uda Busut (orang Kahayan)
e. Petinggi Tabing Baya
f. Petinggi Walek
g. Damang Tangah
h. Sinu Ganti
i. Sinu Pati
j. Mangku Jaya
k. Suta Wana
l. Suta Ono
m. Raden Tuha
n. Kyai Guntik
o. Damang Gaman
p. Biring tungkut (Kakah Durisah)
q. Under Bahar
r. Pa Bakir
s. Paningsi Padangka.

2. Mantir Siung
a. Uria Napulangit n.Damang Tupu
b. Damung Napulangit o. Patis Maharaja
c. Singalanggawa p. Patis Sumpul
d. Singa Jaya Mangku q. Patis Ihau
e. Gaguel Kaluwen r. Patis Madini
f. Damang Tangah s.Hi Parung
g. Damang Tagah t. Pa Runsai
h. Damang Garib u. Pa Rinrung
i. Datu Kajut v. Pa Basen
j. Kakah Kajut w. Basen
k. Wasa Gunting x. Inting
l. Jayang Panai y.Damang Limang Ube
m. Wasa Mega z. Damang Serep Juku

3. Mantir Murutuwu
a. Patis Manyung m. Datu Gaya
b. Patis Anum Riwut n. Kakah Gaya
c. Patis Anum Rumai o. Kakah Ganir
d. Patis Bane p. Kakah Langan
e. Patis Ganting q. Kakah Ngana
f. Patis Enyet r. Kakah Juyang
g. Patis Mega s. Tamanggung Tabas
h. Patis Majarak t. Pa Rimin
i. Patis Akir u. Kakah Iwi
j. Damang Agung v. Pa Ngana
k. Damang Rasan w. Pa Nyani.
l. Damang Anum
4. Mantir Balawa

a.Patis Mawuyung o. Jaksa Ukau
b.Patis Upus p. Jaksa Junjung
c.Patis Akir q Patinggi Sanga
d.Patis Maruwei r. Patinggi Gatak
e.Patis Mega s. Patinggi Rame
f.Patis Wani t. Patinggi Kadungkunge
g.Patis Kadut u. Mangku kahing
h.Patis Jaya v. Karati Wanansana
i. Rangga Nunuk w. Suta Rukau
j. Mangku Pati x. Pa Rantang
k. Suta Karana y. Kakah Subet
l. Jaksa Tuha z. Pa Halu

Contoh satu link di klick dua halaman terbuka

m. Jaksa Bumai aa. Pa Wanes
n. Jaksa Narung bb. Damang Raban Ube

gravatar

GMTPS 1

Jurnal Toddopuli
(Cerita Untuk Andriani S. Kusni & Anak-Anakku)
“Berdustalah terus-menerus dan sampai akhir, maka dustamu akan dipandang sebagai kebenaran ”, demikian doktrin Goebel Menteri Penerangan rezim Hitler di bidang informasi pada masa Perang Dunia II. Dusta sebagai doktrin begini pun telah diikuti oleh banyak negeri di dunia dalam melancarkan perang urat-syarat atau psy-war.Sampai seorang perwira tinggi tentara Kerajaan Inggris yang beertugas pada Departemen Psy-War semasa Perang Dunia II, dalam buku kenang-kenangannya (Memoire) menyebut diri sebagai “pahlawan dusta”. Sementara itu L’Histoire, sebuah majalah bulanan Perancis, Paris, yang mengkhususkan diri dalam bidang sejarah, pernah menerbitkan sebuah nomor khusus bertemakan “Dusta Dalam Sejarah Dunia” .Adanya dusta dalam sejarah, dilakukan berkaitan erat dengan kepentingan dan tujuan-tujuan politik sejarah. Karena itu sering kita dengar ucapan bahwa “sejarah adalah sejarah pihak yang berkuasa”. Sejarah yang ditulis dan diajarkan di sekolah-sekolah sering merupakan sejarah pihak yang berkuasa yang tidak segan melakukan dusta. Karena itu Prof. Dr. Arkoun dari Universitas Sorbonne Paris membedakan adanya dua jenis penulisan sejarah, yaitu sejarah ilmiah dan sejarah politik. Sejarah politik adalah sejarah yang penuh dengan warna kepentingan dan tujuan politik. CIA, dinas rahasia Amerika Serikat yang notorius itu, menurut Letkol Penerbang Heru Atmodjo, mantan Kepala Dinas Intelijens AURI zaman Pemerintahan Soekarno, yang pernah belajar pada CIA, dalam salah sebuah ceramahnya di Paris, mengatakan bahwa CIA menggunakan metode Goebel juga dalam informasi dan menanggapi isu-isu. Masalah pencukilan mata dan tindakan-tindakan pengirisan bagian-bagian tubuh tertentu para jendral oleh Gerwani dan yang terbunuh pada awal terjadinya Tragedi Kemanusiaan September 1965 adalah salah satu bentuk dusta dalam sejarah Indonesia. Oleh penuhnya sejarah Indonesia dengan dusta maka sementara sejarawan menyerukan perlunya upaya dan berupaya “meluruskan sejarah”. Dusta dalam sejarah negeri kita, paling tidak telah menduduki tempat utama semasa Orde Baru. Dusta dalam sejarah menjadi alat politik dari pihak yang sedang berluasa guna mempertahankan kekuasaannya. Dari keadaan demikian, nampak bahwa sejarah merupakan medan tarung berbagai kepentingan politik sehingga sejarah yang dominan lebih banyak menampakkan diri sebagai sejarah kepentingan politik. Para pahlawan dalam sejarah kepentingan politik demikian sering dibunuh berkali-kali. Jika demikian mungkinkah ilmu sosial, termasuk ilmu sejarah, benar-benar obyektif? Pertanyaan ini oleh Jan Myrdal sosiolog dari Swedia bahwa obyektivitas ilmu social mempunyai batasnya.
Soal dusta dalam sejarah ini juga sempat menjadi salah satu tema pembicaraan saya ketika pada suatu malam berkunjung ke rumah Pak Sabran Ahmad — salah seorang tokoh yang sejak awal turut berjuang mendirikan Kalimantan Tengah sebagai provinsi tersendiri lepas dari Kalimantan Selatan.
“Pada beberapa tulisan, wawancara, konfrensi-konfrensi dan kongres yang diselenggarakan oleh komunitas Dayak di Kalimantan Tengah, sejak tahun 1990an, saya sering membaca dan mendengar tentang peran penting Gerakan Mandau Talawang Panca Sila (GMTPS) dalam pembentukan provinsi Kalimantan Tengah. GMTPS melancarkan pemberontakan bersenjata untuk mewujudkan keinginan tersebut. Sebagai salah seorang tokoh dari angkatan tua yang mengikuti sejak awal perkembangan dan turut berjuang supaya Kalimantan Tengah sebagai provinsi tersendiri, saya ingin mengetahui duduk perkara sebenarnya. Apakah benar Provinsi Kalimantan Tengah berdiri karena pemberontakan GMPTS?”. Demikian saya bertanya kepada Pak Sabran Achmad yang rambutnya sudah putih semua, tapi dalam usia senja demikian, beliau selalu nampak hadir dalam kegiatan-kegiatan penting di Palangka Raya.
“Saya memastikan bahwa pandangan demikian tidak lain dari pernyataan dusta yang dipolitisir. Demi kepentingan politik pihak tertentu.Tuntutan Kalimantan Tengah provinsi tersendiri sebenarnya sudah disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri, jauh sebelum adanya GMTPS)”, tegas Pak Sabran Achmad. “GMPTS mempunyai kaitan dengan Kesatuan Rakjat Jang Tertindas yang dipimpin Ibnu Hajar setelah terjadi yang berpusat di Kalimantan Selatan. Kesatuan Rakjat Jang Tertindas ini lahir menyusul “rasionalisasi dalam tubuh TNI”, sebuah politik dari pemerintah pusat untuk membuat TNI lebih profesional. Karena tidak puas dengan politik rasionalisasi ini, maka Ibnu Hajar dengan Kesatuan Rakjat Jang Tertindas-nya melancarkan kerusuhan-kerusuhan. Oleh TNI, Kesatuan Rakjat Jang terindas dipandang sebagai “gerombolan pengacau”. “Nama lain dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII/NII) yang dpimpin oleh Kartosuwiryo dan Kahar Muzakar, sedangkan di Kalimantan dipimpin oleh Ibnu Hajar. Gembolan Kesatuan Rakjat Jang Tertindas ini berkeliaran juga di daerah Hulu Sungai, mau pun pedalaman kabupaten Kapuas, Barito, dan Kotawaringin, dipimpin oleh Adjai dan Sapari ( Prof.Dr. Ahim S. Rusan, et al, 2006:114).
Di dalamnya terdapat orang-orang yang kemudian membentuk dan bergabung dengan GMTPS. Kongres Rakyat Kalimantan Tengah Pertama mengusulkan amnesti terhadap mereka yang dari Kalimantan Tengah dan tergabung dalam Kesatuan Rakjat Jang Tertindas. Setelah amnesti ini dibelakukan maka jumlah pengikut GMTPS di Kalimantan Tengah menjadi bertambah besar. Sayangnya mereka banyak melakukan tindak-tindak kriminal sehingga diburu dan dikejar oleh TNI. Demikian Pak Sabran Achmad yang selanjutnya mengatakan bahwa dibesar-besarkannya peran GMTPS disertai oleh latar politik. Kepentingan politik jugalah yang sering memutarbalik sejarah.
Untuk memastikan keterangan maka saya kembali menanyai Pak Sabran Achmad: “Jadi tidak benar bahwa terbentuknya provinsi Kalimantan Tengah dicapai melalui perjuangan bersenjata?”. “Sama sekali tidak. Pemerintah pusat di Jakarta melalui Kementerian Dalam Negeri sudah menyetujui pembentukannya. Tinggal melaksanakan keputusan tersebut. Pembentukan provinsi Kalimantan Tengah adalah hasil perjuangan damai. Saya turut dalam upaya ini sejak awal”.
Tentang hal ini “Sejarah Kalimantan Tengah yang disusun oleh Prof. Dr. Ahim S. Rusan et.al. menulis:
“Ketik Menteri Dalam Negeri Prof. Dr.Mr. Hazairin , berkunjung ke Banjarmasin pada tanggal 25 Juni 1954, Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah (PPHRKT) dengan juru biara J.M.Nahan menyampaikan pernyataan kepada Mendagri, yang intinya:
1. menyambut dengan tangan terbuka pengangkatan Raden Tumenggung Arjo Milono (RTAMilono) sebagai Gubernur Kalimantan yang baru oleh Pemerintah Pusat;
2. menegaskan baha resolusi, mosi dan pendapat-pendapat rakyat yang disampaikan kepada Pemerintah Pusat melalui PPHRKT tentang terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah yang berotonom penuh agar segera direalisasikan, demi perubahan dan jaminan perbaikan nasib mereka. Pernyataan yang sama menyusul datang dari PPHRKT Sampit – Kabupaten Kotawaringin yang ditandatangani oleh Paul Alang, Tiel Jelau dan Eddy Yacob. (Prof. Dr. Ahim S.Rusan et.al. 2006:119)
Sedangkan Gerakan Mandau Talawang Panca Sila baru didirikan pada 23 Agustus 1953. Sementara Sarikat Kaharingan Dayak Indonesia (SKDI) yang mempunyai basis massa kuat, berdiri pada 20 Juli 1950 dan dalam Kongres Bahu Palawa (15-22 Juli 1953, menuntut terbentuknya Provinsi Kalimantan Tengah. Ikatan Keluarga Dayak (IKAD) pada tahun 1951 tanpa ragu menyokong tuntutan SKDI. IKAD pada tahun 1954 memprakarsai pembentukan Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah (PPHRKT).
Dari catatan-catatan di atas nampak bahwa hasrat untuk mendirikan provinsi Kalimantan Tengah, jauh sudah ada sebelum GMTPS didirikan 23 Agustus 1953 di desa Bunnar (Bundar), Kecamatan Dusun Utara.
“Apa tujuan penonjolan peran GMTPS seakan sangat menentukan?”
“Masalahnya sederhana, yaitu agar orang-orang GMTPS diakui sebagai barisan para pejuang dan mereka bisa menuntut dana dan posisi dari pemerintah sebagai para pejuang. Yang lebih menarik, agar bisa diakui sebagai pimpinan GMTPS ada orang yang mengobah tanggal lahirnya sehingga lebih tua dari abang kandungnya sendiri, yang memang berjasa untuk Kalimantan Tengah. Waktu perjuangan membentuk Kalimantan Tengah orang ini masih berada di SMP”.
“Soal lain, dari seorang teman asal Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, saya mendapat keterangan bahwa di Barito santer terdengar cerita bahwa ada sebuah tempat di mana Simbar (dari Barito), salah seorang pimpinan GMTPS, melakukan duel dengan Tjilik Riwut (dari Katingan). Apakah cerita ini mempunyai dasar kebenaran?” .
“Cerita demikian tidak lain dari isapan jempot belaka”, jawab Sabran Achmad singkat.
Saya mengkhawatirkan kesemerawutan yang disebut sejarah begini bisa dijadikan benih yang sengaja ditabur untuk kepentingan politik tertentu untuk mengadu orang dari DAS satu dengan DAS lainnya, sesuatu yang sudah sangat kadaluwarsa. Hanya saja yang kadaluwarsa pun untuk kepentingan politik bisa dibongkar dan dibangkitkan kembali. Barangkali petaka beginilah yang bisa ditimbulkan oleh dusta dalam sejarah. Dusta dan rumor sama berperannya dan sering digunakan dalam politik lalu menabur pertikaian.
Sebagai acuan, dalam simpang-siur pandangan tentang GMTPS ini berikut saya kutip apa yang ditulisan oleh Prof. Dr. Ahim S. Rusan et al dalam “Sejarah Kalimantan Tengah”. Kutipan panjang ini bermaksud berupaya mendeteksi apa GMTPS itu sebenarnya – yang isunya masih mencuat sampai sekarang. Barangkali penelitian netral dan berjarak tentang GMTPS masih diperlukan agar bisa lepas dari lingkaran kesemerawutan sejarah di Kalimantan Tengah.

gravatar

Berdirinya GMTPS di Bundar

Meski pun dalam penjelasan UU Nomor 25 Tahun 1956 ada peluang untuk membentuk provinsi Kalimantan Tengah tiga tahun kemudian, rakyat di tiga Kabupaten merasa kurang puas. Rakyat tidak sabar dan tetap mendesak agar pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah segera dilaksanakan. Ketidakpuasan dan ketidak sabaran rakyat yang tergambar dengan timbulnya gerakan-gerakan yang kemudian merupakan perlawanan bersenjata terhadap alat kekuasaan Pemerintah.
Pada tanggal 23 Agustus 1953 ralyat di Kewedanaan Barito Hilir, diprakarsai pemuda Desa Bunnar (Bundar) di wilayah Kecamatan Dusun Utara sekarang, mendirikan sebuah organisasi perjuangan yang diberi nama Gerakan Mandau Talawang Panca Sila (GMTPS) dengan susunan pengurus :
Ketua:
Christian Simbar/Mandulin/Uria Mapas
Wakil Ketua:
Satiman Dusau
Sekretaris:
Buri Ngaji
Wakil Sekretaris:
Mading Liwan
Bendarahara:
Sinin Dinan
Wakil Bendahara:
Komodor Nimban
Pembantu Umum:
Nating Rani, Kudi, dan Debar
Adapun tujuan pokok perjuangan GMTS adalah:
1. memperjuangkan agar memiliki provinsi sendiri terpisah dari Kalimantan Selatan dengan nama Provinsi Kalimantan Tengah.
2. Dengan berstatus Provinsi, GMTPS selanjutnya memperjuangkan peningkatan harkat dan martabat dan kesejahteraan rakyat di Kalimantan Tengah dan
3. Mewaspadai segala bentu kegiatan sementara kalangan yang berniat menghianati Negara Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945 yang bersendikan Pantja Sila.
Berdasarkan tujuan pokok tersebut di atas, GMTPS sebenarnya tidak memiliki program perjuangan dengan cara kekerasan dan kekuatan senjata.
Apabila pada awal berdirinya GMTPS dicurigai oleh aparat keamanan sebagai « gerombolan pengacau keamanan » , tapi sesungguhnya GMTPS setia kepada Negara Kesatuan R.I. seperti yang dinyatakan dalam butir (3) tujuan pokok perjuangan GMTPS di atas. Fakta juga membuktikan bahwa :
Bersamaan waktu dengan gencarnya tuntutan ùeùbejtuk Provinsi Kalimantan Tengah, hadir pula gerakan yang menamakan diri KJRT(Kesatuan Rakjat Jang Tertindas) pimpinan Ibnu Hdjar, yaitu faksi bagian dari gerombolan DI/TIII yang bergerak di Kalimantan Selatan termasuk daerah Kalimantan Tengah sekarang). Apabila gerombolan KRJT melakukan aksinya di desa-desa , dan diketahui bertemu dengan gerombolan GMTPS , pasti terjadi kontrak senjata di antara kedua kubu. Tindakan GMTPS itu menunjukkan bahwa mereka ikut membantu pihak keamanan dalam menanggulangi kekacauan daerah yang ditimbulkan gerombolan KRJT itu.
Praduga ketermibatan GMTPS menggunakan kekerasan bersenjata berawal dari peristiwa terbunuhnya Taoke kapal “Gin Wan II” mili Warga Negara Keturunan Cina di Desa Kalahien (kurang lebih 14 kilometer dari kota Buntok) pada akhir bulan September 1953. Pihak Kepolisian Buntok menuduh GMTPS terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut. Atas dasar tuduhan itu pada bulan Oktober 1953 Kepolisian melakukan penyerangan dan penangkapan terhadap anggota GMTPS. Pihak GMTPS tidak dapat menerima serangan polisi itu karena tidak didasarkan atas informasi dan penyelidikan yang teliti. Sehingga pada tanggal 21 Oktober 1953 dipimpin langsung oleh ketuanya Ch. Simbar dan didukung oleh penduduk di desa-desa sekitarnya, GMTPS melakukan serangan balasan terhadap markas Krpolisian Buntok.
Setelah diproses secara hukum, dan atas atas bantuan beberapa tokoh masyarakat Kalimantan Tengah yang ada di Banjarmasin, akhirnya hanya empat orang pengurus GMTPS yang ditahan di Banjarmasin yaitu Ch. Simbar, Satiman Dusau, Sinin Dinan dan Boeboe Simbar
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Dengan demikian sesungguhnya GMTPS terpaksa melakukan perlawanan bersenjata dan menjadi “kelompok penekan”, dalam ikut menentukan berhasilnya perjuangan rakyat Kabupaten Barito, Kapuas, dan Kotawaringin membentuk Provinsi Otonom Kalimantan Tengah (Prof. Dr. Ahim S. Rusan, et.al, 2006:121-124).
Bahwa dalam pergulatan politik, pemaduan antara perjuangan bersenjata dan perjuangan politik sudah merupakan hal yang jamak. Perjuangan bersenjata merupakan kelanjutan dan puncak perjuangan politik. Demikian pula, sudah lumrah dan dikenal umum bahwa untuk keperluan logistiknya, pasukan-pasukan geriliya melakukan “perampokan”, tapi “perampokan” yang terukur. Sebab jika tak terkendalikan, pasukan akan berobah menjadi pasukan bandit. Menjelma menjadi barusan kriminal. Siapa yang “dirampok” pun dilakukan dengan penuh pertimbangan, bukan asal-asalan. Niscayanya, jika mau berimbang dalam informasi, dokumen-dokumen pihak kepolisian dan pemerintah perlu juga ditelaah – hal yang absen dari daftar pustaka acuan “Sejarah Kalimantan Tengah”.
Kalimat-kalimat Prof. Dr. Ahim S. Rusan et. al. di atas ada mengesankan suatu kehati-hatian besar, terutama mungkin oleh pertimbangan-pertimbangan politis, terutama masalah persatuan antar Dayak, sehingga “Sejarah Kalimantan Tengah” terhadap masalah GMTPS seperti kalimat-kalimat kompromis. Ataukah kompromi begini dimaknakan sebagai melihat permasalahan secara imbang dan adik? Tapi dari sejarah yang kompromis tidak bisa diharapkan untuk mendapatkan kejelasan obyektif. Sejarah yang kompromis dibimbing oleh ide penyatuan, suatu tujuan politik. Kebenaran berada di tingkat kedua atau ketiga. Dusta, pemelintiran, kompromi agaknya penyakit akut dalam penulisan sejarah. ***

gravatar

Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar dan Madagaskar

Sebuah Mesjid kuno berusia hampir lima abad saat ini masih berdiri dengan tegar di kawasan Pasar Arba, ibukota Kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan atau berjarak 16 km dari kota Amuntai.
Mesjid itu didirikan tahun 1528, oleh seorang Mubalig suku Dayak Maanyan bernama Labai Lamiah. Ia berasal dari daerah Martapura yang telah mendapat kursus kilat tentang agama Islam.
Bangunan itu berbentuk joglo, sebab sewaktu mendirikannya Labai Lamiah mendapat petunjuk dari para ulama asal Demak, Banten dan Aceh.
Ulama-ulama itu rupanya datang bersamaan berkenaan dengan kemenangan Pangeran Samudera melawan pamannya Raden Datu Tumenggung hari Rabu 24 September 1526, di Jengah Besar tidak jauh dari kota Banjarmasin sekarang.
Menurut penduduk setempat dan penuturan orang-orang Maanyan, serta dari generasi ke generasi berikutnya, dahulu disana pernah berdiri sebuah kerajaan orang Maanyan.
Raja dan rakyatnya, masih percaya terhadap roh para leluhur dan kerjaan itu mereka namakan Nansarunai. Dinamakan Nansarunai, sebab rakyatnya gemar menari dan menyanyi dengan iringan alat musik yang dominan, berupa suling berlobang tujuh buah yang dinamakan serunai.
Dalam lafal orang Maanyan menjadi Sarunai. Sedangkan kata Nan mungkin berasal dari bahasa Melayu, berarti yang. Sehingga Nansarunai , berarti sebuah kerajaan dimana raja dan rakyatnya yang gemar bermain musik. Kerajaan berdiri pada tahun 1309 dengan raja pertama Raden Japutra Layar.
Selain bermain musik tari dan nyanyi, mereka juga gemasa main sepak takrau, pesta adat dan mengadu ayam jago. Ayam jago diadu dalam sebuah kandang berukuran 3 kali 3 depa yang disebut Manguntur, bertempat di sebuah lapangan terbuka.
Manguntur itu bisa dibangun beberapa buah, agar suasana menjadi lebih meriah, terutama kalau salah satu dari dua ayam jago aduan itu mendapat kemenangan.
Sebelum diadu kedua ayam jago itu dipersenjatai lebih dahulu dengan sebuah pisau kecil yang disebut taji. Orang Maanyan kuno, mengetahui tuah tiap-tiap ayam jago aduan, dari jenis warna bulu-bulunya. Misalnya jenis Lahe, Wido, Biring dan sebagainya, masing-masing membawa tuah sendiri-sendiri.
Raja menempati rumah yang disebelah kanan kirinya diberi ruangan disebut Anyu'ng. Sedangkan untuk pesta adat ada sebuah balai adat yang disebut Jaro Pirarahan.
Kehidupan rakyatnya makmur, disebabkan mereka mengadakan perdagangan sampai ke Indragiri, Majapahit, Sulawesi Selatan dan bahkan Madagaskar.
Barang dagangan yang mereka bawa keluar antara lain kayu besi, getah, damar, rotan, madu lebah hutan dan lain-lain. Ada juga pedagang dari luar yang datang ke Nansarunai seperti saudagar keliling dari daerah Kediri di Majapahit. Pedagang-pedagang keliling inilah yang melaporkan ke Majaphit bahwa ada sebuah kerajaan di pedalaman aliran sungai Tabalong, dimana rakyatnya bersifat riang suka bermain musik, tari dan nyanyi. Waktu itu komposisi ethnis di Kalimantan Tenggara terdiri dari Maanyan, Lawangan, Bukit dan Bakumpai.

Menyamar
Tahun 1350, Laksamana Nala mengadakan ekspedisi ke Nansarunai dengan menyamar sebagai nahkoda kapal dagang. Di Nansarunai ia memakai nama samaran Tuan Penayar dan bertemu dengan Raja Raden Anyan, bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, serta Ratu Dara Gangsa Tulen.
Laksaman Nala sangat kagum melihat begitu banyak barang-barang terbuat dari emas murni, ketika ia dipersilahkan untuk melihat-lihat perlengkapan pesta adat di ruangan tempat bermusyawarah. Yang sangat dikagumi oleh Laksamana Nala, ialah sokoguru balai adat yang terbuat dari emas murni juga dimana dibagian atasnya bermotif patung manusia.
Setelah kembali ke Majapahit, Laksamana Nala berpendapat, untuk menundukkan Nansarunai, harus dicari kelemahan Raja Raden Anyan yang mempunyai kharisma kuat. Pada pelayanan berikutnya, Laksamana Nala membawa serta seorang panglima perangnya yang bernama Demang Wiraja dengan memakai nama samaran Tuan Andringau, serta beberapa prajurit dari suku Kalang. Hasil pengamatan Demang Wiraja dilaporkan kepada Laksamana Nala.
Demikianlah pada awal tahun 1356, Laksamna Nala datang lagi ke Nansarunai dengan membawa serta istrinya bernama Damayanti. Sewaktu kembali ke Majapahit, sengaja Laksamana Nala membiarkankan isterinya tinggal di Nansarunai. Damayanti berwajah sangat cantik dan pribadinya menarik.
Pada tahun 1356 itu, terjadi kemarau panjang, sehingga Raja Raden Anyan secara kebetulan bertemu dengan Damayanti di sumur yang khusus diperuntukkan bagi anggota keluarga kerajaan. Pertemuan pertama berlanjut dengan kedua dan demikian seterusnya, sehingga Damayanti melahirkan seorang anak perempuan, lau diberi nama Sekar Mekar.
Pada awal tahun 1358, Laksamana Nala datang ke Nansarunai dan menemukan isterinya sedang menimang seorang anak perempuan. Damayanti yang memakai nama samaran Samoni Batu, menerangkan bahwa anak yang ada dipangkuaanya itu adalah anak anak mereka berdua. Dan Laksamana Nala percaya saja akan apa yang telah dikatakan oleh isterinya itu.
Ketika kembali ke Majapahit, Damayanti beserta anaknya dibawa serta, alau tinggal dipangkalan aramada laut Majapahit di Tuban. Beberapa bulan kemudian, Laksamana Nala secara kebetulan mendengar isterinya bersenandung untuk menidurkan puterinya dimana syair-syairnya menyebutkan bahwa Sekar Mekar mempunyai ayah yang sebenarnya ialah Raja Raden Anyan.
Bulan April 1358, datanglah prajurit-prajurit Majapahit, dibawah pimpinan Laksamana Nala dan Demang Wiraja menyerang Nansarunai. Mereka membakar apa saja termasuk kapal-kapal yang ada di pelabuhan dan rumah-rumah penduduk. Serangan itu mendapat perlawanan gigih prajurit-prajurit Nansarunai walaupun mereka kurang terlatih.
Menurut cerita, Ratu Dara Gangsa Tulen bersembunyi dipelepah kelapa gading bersenjata pisau dari besi kuning, bernama Lading Lansar Kuning. Ia banyak menimbulkan korban pada pihak musuh sebelum ia sendiri gugur.
Raja Raden Anyan dalam keadaan terdesak lalu disembunyikan oleh para Patih dan Uria kedalam sebuah sumur tua yang sudah tidak berair lagi. Diatas kepalanya ditutup dengan sembilan buah gong besar, kemudian dirapikan dengan tanah dan rerumputan, agar tidak mudah diketahui musuh.
Ketika keadaan sudah bisa dikuasai oleh pihak Majapahit, Laksamana Nala memerintahkan Demang Wiraja untuk mencari Raden Anyan hidup atau mati. Atas petunjuk prajurit-prajurit suku Kalang yang terkenal mempunyai indera yang tajam, tempat persembunyian Raja Raden Anyan akhirnya dapat ditemukan.
Raja Raden Anyan tewas kena tumbak Laksamana Nala dengan lembing bertangkai panjang. Peristiwa hancurnya Nansarunai dalam perang tahun 1358 itu, terkenal dalam sejarah lisan suku Dayak Maanyan yang mereka sebut Nansarunai Usak Jawa.
Dalam perang itu telah gugur pula seorang nahkoda kapal dagang Nansarunai yang terkenal berani mengarungi lautan luas bernama Jumulaha. Ia banyak bergaul dan bersahabat dengan pelaut-pelaut asal Bugis dan Bajau. Untuk mengenang persahabatan itu, maka puterinya yang lahir ketika ditinggalkan sedang berlayar, diberi nama berbau Bugis yaitu La Isomena.

Unsur Besi
Prajurit-prajurit Majaphit yang gugur dalam perang tahun 1358 itu, diperabukan berikut persenjattan yang mereka miliki, didekat sungai Tabalong yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan Tambak-Wasi. Tambak arti kuburan dan Wasi artinya besi dalam bahasa Maanyan kuno. Sehingga Tambak-Wasi artinya adalah kuburan yang mengandung unsur besi.
Pendiri kerajaan Nansarunai adalah Raden Japutra Layar yang memerintah dari tahun 1309-1329 dilanjutkan Raden Neno 1329-1349 dan yang terkahir Raden Anyan 1349-1358. Gelar raden hanya khusus untuk raja, sedangkan para bangsawan lainnya memakai gelas patih, uria, damo;ng, pating'i, datu dan sebaginya. Gelar raden itu berasal dari Majapahit, karena Japutra Layar sebelum menjadi raja adalah seorang pedagang yang sering bergaul dengan para bangsawan Majapahit.
Ketika penyebaran agama Islam sampai ke Pasar Arba yang dipimpin oleh Labai Lamiah beserta para ulama sal Demak, Banten dan Aceh dalam tahun 1528, balai adat yang semula dihancurkan oleh Laksamana Nala dalam atahun 1358, sudah dibangun kembali dan dipergunakan untuk upacara adat Hindu Kaharingan pada zaman Majapahit berkuasa disana.
Setelah kedatangan agama Islam, balai adat itu dirobah fungsinya menjadi mesjid, dengan atap bertipe joglo.
Mesjid itu mempunyai luas sekitar 200m2, dilengkapidengan serambi keliling selebar 3m dan dapat menampung sekitar 400 jemaah. Tiang-tiang mesjid diambil dari bekas tiang balai adat dari kayu besar berdiameter 40 cm dan masih tidak keropos sampai sekarang..
Karena letak mesjid itu pada bekas balai adat ketika zaman kerajaan Nansarunai, sehingga mesjid tersebut juga menjadi lambang persaudaraan orang Maanyan, Banjar dan Merina di Madagaskar.
Orang Merina kalau sembahyang selau kiblatnya menghadap ke arah timur laut yang mereka sebut Anjoro Firarazana, berasal dari kata Maanyan Hang Jaro Pirarahan, yaitu nama balai adat di Nansarunai dahulu.
Mesjid itu telah beberapa kali direhabilitasi, terutama dindingnya yang terbuat dari kayu borneo. Sewaktu diadakan rehabilitasi tahun 1975, barang-barang kuno sisa-sisa peralatan pesta agama Hindu Kaharingan yang semula diletakkan di loteng mesjid, dipindahkan ke tempat lain oleh orang-orang yang masih berbahasa Maanyan.
Barang-barang itu antar lain, piring celedon, kain Sindai, kenong, gong, boli-boli, guci tempat pengawetan daging atau ikan secara Maanyan yang disebut wadi, gendang berbadan panjangyang disebut Katamo'ng dan lain sebagainya.

Tasawuf
Untuk menarik orang Hindu agar cepat menerima agama Islam, oleh para ulama Demak, Banten dan Aceh diajarkan juga ilmu tasawuf selain mengajarkan agama Islam yang memang menjadi tujuan mereka. Ilmu Tasawuf itu kadang-kadang di luar daya tampung akal, tetapi dapat diterima oleh masyarakat setempat. Mesjid tua itu kini masih dipakai untuk berjamaah pada tiap-tiap hari Jumat.
Meskipun begitu, masih ada anggota masyarakat yang belum lepas dari kepercayaan masa lampau. Mereka membawa sesajen berupa kue apam yang didoakan di dalam mesjid, sebelum dimakan bersama para pengunjung lainnya. Sesajen itu dilengkapi juga dengan bunga yang berbau harum semerbak, disangkutkan pada tiang-tiang penopang atap mesjid, bekas tiang sokoguru balai adat masa lampau dan misrab mesjid

Pengikut